Pergi Tak Kembali

17.19
PERGI TAK KEMBALI

Pagi itu, kami sibuk mempersiapkan diri untuk mengahadapi ujian semester. Hari itu adalah ujian yang menentukan kenaikan kami. mulai dari pakaian sampai peralatan sekolah seperlunya kami siapkan sebaik mungkin.
Seperti biasa, pagi itu aku menyiapkan sarapan untukmu sobat, untuk kita berdua, makan bersama dan berangkat bersama.
Saat di tengah perjalanan  menuju sekolah yang kita lalui dengan berjalan kaki dengan waktu 5 menit mungkin sudah sampai, namun tiba-tiba kau merasakan sakit dibagian yang tak asing lagi bagimu, bagi ku dan bagi orang-orang yang mengenal dan mengetahuinya. Ya, saat itu kau merasa jantungmu sakit, kau tak mampu melanjutkan perjalan itu.
Kau tau, saat itu aku khawatir minta ampun, akuu takut terjadi sesuatu. untung saja kau masih sanggup berjalan walau harus dipapah. kita bersama memutar langkah, kembali ke rumah tanteku yang jaraknya lebih jauh dari jarak sekolah yanga kan kita tuju.
maafkan aku yang saat itu harus meniggalkanmu sendiri menahan rasa sakitmu. aku mengerjakan soal ulangan tak karuan saat itu, pikiranku terbagi, bayang-bayangmu mengitari kepalaku. saat ulangan usai, segera ku langkahkan kaki lebih cepat dari biasanya, saat tiba di rumah, aku lega karena kau tak sakit parah.
beberapa hari kemudian, ku kira keadaanmu membaik, tapi malah harus di rawat di rumah sakit.
saat itu, aku bersyukur aku ada memanimu ke rumah sakit untuk di rawat. pertama kalinya untukmu menginjak ruang UGD RSUD AL-IHSAN. aku tak abis pikir bahkan kau tak pernah di rawat atau menginjak rumah sakit dengan penyakitmu yang tak ringan itu. pantas saja saat tiba di gerbang rumah sakit kau tak berdaya dan seakan enggan memasukinya. di ruang UGD kau bahkan mengatakan pada suster yang memasangkan infus ke lenganmu, kau mengatakan seolah suster itu akan membunuhmu dengan jarum suntik di tangannya. Keteganganmu ini membuatmu harus masuk ruang ICU.
Lama sekali kau menunggu di UGD untuk dipindahkan ke ruang ICU dan aku pun tak dapat menemanimu untuk menunggu. aku menyesal malam itu aku tak dapat mengunjungimu, menemanimu menahan rasa sakitmu. bahkan aku tlah berjanji untuk kembali, namun apalah dayaku yang tak dapat menemanimu.
malam itu perasaanku tak menentu, bahkan pelajaran untuk ulangan besok tak masuk di akalku.
keesokan hari saat ulangan telah berlangsung setengah jalan, wali kelas kami mengabarkan bahwa pihak RSUD Al Ikhlas memponis kemungkinan hidupmu tinggal 5%
mendengar kabar dari wali kelas, seusai ulangan hari itu kami angkatan ke-6 segera meluncur ke lokasi perawatan. betapa campur aduknya perasaan, kau yang terbaring di tempat itu dengan berbagai alat medis terpasang di tubuh mungilmu. aku tak mampu berkata-kata, hanya tangis yang menjadi bentuk komunikasiku saat itu. aku tak tega melihatmu begitu rapuh, aku tak mampu memandang wajah mungilmu yang terpasang alat medis disana sini dan tak terlihat senyum sedikit pun, aku hanya bisa mematung melihat keadaanmu saat itu.
bergantian kami memasuki tempat yang menyiksamu itu. saat aku keluar dari tempat itu, terlintas dibenakku dan masih sangat jelas saat kau menyangka suster akan membunuhmu ketika memasangkan jarum impus ke lengan kecilmu itu, aku mengingat saataku tak bisa kembali menemani saat-saat sulitmu itu. ah, sesalku pun tak dapat di perbaharui, saat itu kau tengah menanti maut.
benar saja, sesaat setelah beberapa menit aku dan Bu. Dewi meninggalkan tempat kau berbaring. seakan keinginamu tlah terkabul, kau meninggalkan kami. pergi dan tak kembali

Artikel Terkait

Previous
Next Post »